Pages - Menu

Jumat, 16 September 2016

Ibu ASI, Ibu Sufor, Semua Adalah Ibu




Ya, karena ibu tetaplah ibu. Nggak peduli apakah dia ibu ASI atau ibu sufor, ibu yang lahiran normal atau sesar, ibu rumahan atau ibu pekerja, ibu tanpa ART atau yang punya ART, bahkan ibu yang suaminya ada di rumah atau yang lagi LDR-an sama pak suami.


Kayaknya kalau kita ikutan perang opini antara dua tipe ibu yang bertolak belakang ini nggak akan ada selesainya. Iyup, yang ada bisa jambak-jambakan jilbab entar. Oh, enggak ya? Kan 'perang'-nya di medsos. Paling hanya balik nyinyir atau blokir. Hihihi. 😜

Padahal nih ya, kalau kita pikir-pikir, sebetulnya ibu macam apapun tetaplah sama kok. Nggak percaya? Coba cek doi pas anaknya lagi sakit. Doilah yang rela begadang semalaman ngurusin si bocil yang rewel karena sakit. Ibu manapun pasti akan begini.

Nggak peduli mata merah bin pedes karena melek semalaman atau tubuh pegal-pegal karena gendongin si bocil. Bahkan, ada juga yang nekat motoran, gendong si bayi malam-malam ke dokter karena demam mendadak naik hingga 40 derajat celcius. Horornya lagi, di belakang punggungnya juga nemplok si kakak kecil dalam balutan selendang yang diikat kuat karena si kakak juga ikutan sakit. Ini beneran ada lho, saudara-saudara (Nggak usah lirik saya, bukan saya kok :D).

Andai seorang ibu diuji dengan musibah kebakaran, gempa dsb, maka secara spontanitas dia akan menyelamatkan anaknya. Baginya, tak mengapa dia terluka asal anaknya selamat. Serius. Ketika anaknya sakit, harus nginep di rumah sakit, rasanya seperti tercabik-cabik saat anaknya nangis berontak karena ditusuk jarum infus. Andai sakit bisa ditukar, maka seorang ibu pasti akan mentransfer sakit anaknya ke dalam tubuhnya. Biar ia saja yang merasakan sakit, asal jangan anaknya.

Ibu macam apapun akan rela berbagi makanan untuk anaknya, bahkan jika harus dihabiskan oleh anaknya sekalipun. Padahal adanya cuman itu, sedang anaknya sendiri sebetulnya sudah makan. "Ah, aku nggak segitu ngenesnya lah sampe kayak gitu," timpalmu ngebatin.

Okelah, mungkin perlu dicek saat ada orang yang ngasih oleh-oleh sehabis jalan-jalan. Jumlahnya hanya seumplik. Biar kemecer ngiler pingin nyomot sebiji, mau nggak mau harus nelen ludah karena anak-anaknya minta lagi. Rada untung kalau masih ada grogokane (bahasa indonya apa sih? Hahaha), seenggaknya kemecernya sedikit terbayarkan. Wkwkwk.

Kalau makan di warung, foodcourt atau tempat makan lain, doilah yang paling rempong sendiri. Nyuapin si kakak, gantian si adik. Dianya sendiri yang paling belakangan. Itupun kadang jatahnya masih direcokin si bocils yang masih ingin makan lagi. Agak repot kalau makannya rombongan sama keluarga lain. Baru nyuap sesendok, orang-orang sudah pada siap-siap angkat kaki. Hahaha. Ya, udah deh. Bungkusin. Makan di rumah saja (padahal entar di rumah, pasti diserbu sama si bocils :p).

Seorang ibu sudah pasti akan mendahulukan anaknya. Apa-apa yang dipikirkan ya untuk kebutuhan anaknya. Coba cek kalau pas ke toko baju, pasti yang pertama kali dicari ya baju untuk anaknya. Nyari sendal dan sepatu, yang nomor wakhid ya buat anaknya. Ke toko asesoris, lagi-lagi ya buat anaknya. Kalau kita coba kulik-kulik nih, mengapa online shop yang jualan baju anak selalu ramai, meski nggak lebaran? Ya, itulah ibu. Betapapun dia kepincut pingin beli baju, pasti dia lebih mengutamakan anaknya.

Inilah seorang ibu. Ibu manapun pasti akan begini. Saya ngomongin ibu betulan lho. Bukan ibu abal-abal yang buang anaknya sembarangan. Dia mah nggak masuk klasifikasi seorang ibu.

Nggak usah saling mencerca. Kita baik sangka saja. Boleh jadi mereka yang memberikan sufor karena kurang teredukASI, keluarga tidak mendukung, bingung puting lalu menolak ASI (efek dari RS yang tidak pro ASI karena bayinya sudah keduluan diberi sufor), atau memang kondisi tubuh ibunya tidak fit (karena ada teman yang mendadak lemas setelah nyusuin karena dia lemah jantung). Boleh jadi mereka yang terpaksa lahiran sesar karena jika tidak justru akan membahayakan bagi ibu dan bayinya. Kalau toh disebut bukan wanita seutuhnya, ah, mungkin dia nggak tahu, bahwa merekapun juga merasakan kontraksi yang aduhai rasanya tiap 5 menit sekali. Kan terpaksa lahiran sesar, bukan pingin disesar. 😄 Boleh jadi mereka yang terpaksa bekerja karena keadaan ekonomi keluarga masih sangat kurang jika hanya mengandalkan suami.


Lalu siapa yang paling baik? Ah, biar Allah yang menilai sajalah. Bukan hak kita menilai seseorang. Yang jelas, seorang ibu yang baik akan memberikan yang terbaik bagi putra-putrinya semampunya, bukan semaunya. Pendidikan terbaik, pengasuhan terbaik, waktu terbaik, asupan terbaik dsb.

Ayuk, Mak, kita salaman saja. Damai itu indah, hati juga tenang, pikiran jadi longgar. Kalau saling nyinyir, entar cepat tua lho. Pasti nggak mau kan dituduh jadi embaknya suami atau bahkan emaknya suami? 😱 Onayyy onayyy! 😂😜


20 komentar:

  1. Mungkin sebelum memberi pendapat kita harus belajar berempati dan belajar mempunyai sudut pandang berbeda, jadi bisa ngerem menilai sesuatu yang berbeda jadi salah. Kalo kita berkomentar nyinyir sama orang lain, setidaknya ijinkan juga orang lain untuk berlaku yang sama... nah kan sama nggak enaknya, sama nggak ada solusinya hehehheheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi... Tapi sayangnya yang terjadi justru orang banyak yang suka nyinyir tapi giliran dia cuman dikritik langsung mencak-mencak. Kalo saya pribadi lebih milih diam atau menghindar sajalah mbak. Nggak ada gunanya kita tanggepin balik nyinyiran mereka. Buang waktu dan energi. :)

      Hapus
  2. nah bener nih... semua ibu mah sama.. ga peduli dia kerja, ngasih asi ato sufor, kebanyakan pasti sayang ama anak2nya :).. makanya aku jg suka heran kalo baca tulisan yg spertinya menghakimi banget ibu yg ga ngasih ASI dll.. duuuh, siapa kita sih yg berhak menilai org lain ?:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang kudu positif thinking sih mbak. Boleh jadi ada sebab lain yang kita nggak tahu. :)

      Hapus
  3. iya, topik ini cukup Alloh saja yg menilai ya Mak, karena stiap org punya perjuangan masing2 :) .

    saya juga waktu ponakan pernah sakit, pengen dipindahin aja tuh sakitnya, biar dia sehat terus. selalu hebat perjuangan seorang ibu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mbak. Tuhkan, baru ponakan saja udah timbul rasa kayak gitu, apalagi ke anak sendiri. :)

      Hapus
  4. perjuangan ibu memang luar biasa ya mba. Walaupun capek, tapi kalau anak butuh ya pasti dibantu ya mba

    BalasHapus
  5. Iya saya sedih klo ada yg ribut soal asi sufor, normal sc, dirumah kerja.
    Yg plg sedih klo yg nyelekit soal full time Mother. Ibu bekerja jg full time Mother tapi dia memiliki cara lain bersama anak dan klg nya dalam menghabiskan waktu.

    Masa ada ibu separo kan g enak dgrnya. Naluri keibuan saya protes walau skrg sy lg nganggur g kerja.
    Hiks
    Kok panjang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, biar pekerja kan juga tetap 'memantau' anaknya ya mbak. :)

      Hapus
  6. Ngomongin Ibu, jadi inget ibu... Perjuangan ibu emng luar biasa..

    BalasHapus
  7. Setuju apapun itu semuanya tetap ibu, karena peran ibu tak kan bisa digantikan oleh siapapun

    BalasHapus
  8. Yup, seorang Ibu tetaplah Ibu yang tentu ingin memberi yang terbaik untuk anak-anaknya. Nggak perlu ribut lah soal ASI atau sufor kan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi, betul mbak. Kita memang kudu positif thinking dulu. MengedukASI harus, tapi tak perlu pake menghakimi. :)

      Hapus
  9. ayo kita bersatu para ibu, tidak usah ada sekat ibu ini ibu itu, semua adalah ibu, sepakat!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak Ev, jangan ada sekat diantara ibu. :)

      Hapus
  10. Hahaha. Aku baca endingnya ngakak sendiri mbak. seru ya jadi ibu :)

    BalasHapus

Mohon maaf komentarnya saya moderasi. Hanya untuk memastikan ada komentar dan komentarnya sopan. Terima kasih. :)