Rabu, 10 Agustus 2016


Alvin Faiz dan Larissa Chou (sumber foto: bintang.com)

Pernikahan Alvin Faiz, putra sulung dari ustadz kondang Arifin Ilham, dengan mualaf cantik keturunan China, Larissa Chou, memang masih jadi viral di media sosial. Banyak yang memuji keberanian Alvin yang menikah di usia muda, bahkan masih 17 tahun. Larissa yang kini bernama Siti Raisa itu pun juga terbilang masih muda, meski beda dua tahun lebih tua ketimbang Alvin.

Saya yakin, jombloers sampai halal pada ngiri dengan keberanian Alvin. Mungkin mereka juga pada ngebayangin yang indah-indah karena sudah halal.

"Enak kali ya, kalau sudah nikah, bisa pacaran sepuasnya nggak dosa. Jalan berdua sambil pegang tangan nggak ada orang yang bakalan protes. Bisa mesra-mesraan, bahkan lebih dari itu boleh. Dapat pahala lagi."

Apalagi yang demen nonton drama Korea atau baca novel romantis, bayangan mereka mungkin lebih ngayal lagi. Hihihi.

Tapi, mblo, menikah itu tidak sekadar yang indah-indah saja lho. Ada banyak aneka rasa di baliknya, dari yang manis sampai pahit. Dari yang asin sampai kecut. 

Apalagi menikah itu menyatukan dua insan yang tak hanya berbeda jenis, tapi juga dari karakter sampai pemikiran akan ada banyak perbedaan. Dalam berumah tangga, hal sepele akan menjadi masalah bertele-tele jika kedua belah pihak menyikapinya dengan egois versus egois. Sesungguhnya saat menapak menuju gerbang bernama rumah tangga, tingkat emosional kita meningkat dua kali lipat saat masih single dulu. Serius, mblo. Gampangnya saja begini, jika semasa lajang dulu, tingkat kebaperan kita kadarnya hanya 10 %, maka setelah berumah tangga akan naik melebihi kadar itu.

Ini wajar karena saat menikah, kita akan merasa bahwa pasangan kita ibarat bagian tubuh yang sudah menyatu dengan kita, tapi tetap dengan dua kepala dan hati yang isinya beda. Jadi saat ada selisih paham, ada kemungkinan akan saling ngotot dengan pendapatnya sendiri. Jika hati disakiti, rasanya akan jauh lebih sakit ketimbang disakiti orang lain. Ya, kebayang kan gimana rasanya saat kita tiba-tiba tanpa kendali, terus ditampar oleh tangan kita sendiri? Ini jelas terjadi jika pasangan gagal memahami dan mengerti bagaimana pasangan kita.

Maka dari itulah, mblo, menikah itu bukan soal berani atau tidak, tapi butuh kesiapan (kemampuan). Rasulullah Saw bersabda, "Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng)” (HR Bukhori, Muslim, dan Tirmidzi)

Lalu apa saja kesiapan itu? 

1. Kesiapan mental

Berani nikah, belum tentu siap mental. Dengan kesiapan mental ini, calon pasangan memang sudah memperhitungkan betul segala rintangan yang menghadang. Sehingga jika diuji dengan masalah besar, mentalnya akan kuat menghadapinya. Ia akan berusaha memecahkan masalahnya bersama, dengan tidak lari menjadi pecundang. 

Meski berani nikah, tapi tidak siap mental, saat diuji dengan masalah besar bisa saja ia pasrah saat bahtera rumah tangganya tenggelam atau menjadi seorang pengecut dengan meninggalkan pasangannya dengan berenang sendiri. Maka, berani nikah harus dibekali siap mental juga agar bahteranya tetap berlayar menuju tempat yang dituju, yakni Syurga Allah.

Apalagi jika tak berapa lama kemudian istri hamil. Jika tak siap mental, akibatnya bisa fatal karena suami tidak siap mental menghadapi kondisi psikis istrinya yang labil.


2. Kesiapan emosional

Tak selamanya pernikahan itu seperti pengantin baru. Dari romantis, bisa saja lambat laun akan terasa teriris-iris jika kita terlalu baper menyikapi perbedaan karakter dari pasangan kita. Apalagi jika istri mengalami fase hamil, melahirkan, menyusui dan mengurus anak. 

Saat seperti ini, istri akan lebih emosional dari sebelumnya karena hormon yang tidak seimbang. Mungkin dia akan lebih cengeng, tersinggung sedikit, bapernya bisa berkali-kali. Sering nangis di pojokan. Mangkel saat suaminya justru tidak peka dengan perasaannya, padahal dia sendiri cenderung menyembunyikan unek-uneknya.

Suami bisa saja jengkel dengan kondisi istrinya yang berubah seperti ini. Jika ia tidak siap secara emosional, kontrol emosinya akan lemah. Akibatnya? Marah-marah, membentak bahkan nyeplos mengatai kasar. 


3. Kesiapan akan tanggung jawab

Menikah memang tidak perlu harus mapan dulu. Bahkan yang masih pengangguran pun boleh menikah juga. Tapi syaratnya dia harus siap dengan tanggung jawab untuk menafkahi baik lahir maupun batin ketika menikah nanti. Jangan khawatir soal rezeki, karena Allah berfirman yang artinya, "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. An-Nuur 32)

Kalau dia masih kuliah? Dapat 'beasiswa' dari orangtua? Ya, tidak masalah selama dia memang sudah siap tanggung jawab menafkahi istri semampunya. Kalau dia masih kuliah, belum bekerja, sementara istrinya diberi sebagian uang saku dari orangtua juga nggak apa-apa. Toh, istrinya juga ridho. Karena kesepakatan awal, uang kuliah istri dibiayai ortunya sendiri juga nggak masalah. Tapi andaikan dia berusaha mencari nafkah sendiri disamping kuliah, tentu lebih bagus.

4. Kesiapan ilmu

Tanpa bekal ilmu, bahtera rumah tangga akan berlayar tanpa arah. Bisa-bisa salah jalan. Maka, penting sekali membekali diri dengan ilmu baik ilmu agama maupun ilmu duniawi seperti kesehatan, gizi, psikologi dsb. Maka kalau sudah berani menikah, bekal ilmu harus sudah siap.

5. Kesiapan jodoh

Nah, ini dia kunci terakhir. Mental dan emosional sih sudah siap. Siap menafkahi, dan bekal ilmu juga sudah banyak. Tapi masalahnya: jodohnya belum ketemu. Hihihi.

Pinginnya mungkin bisa nikah muda. Lulus SMA langsung nikah. Atau nikah sambil kuliah. Tapi ya itu tadi kendalanya: jodohnya belum ada.

Maka, untuk mewujudkannya perlu ikhtiyar untuk mencari jodoh lewat jalan yang halal, yang tidak bertentangan dengan jalan yang diridhai Allah. Jika ikhtiyar sudah dilakukan, kita berdoa kepada-Nya, memohon dipilihkan yang terbaik. Lalu kita pasrahkan kepada-Nya dengan siapa dan kapan kita bertemu dengan jodoh kita. 

Percayalah, jodoh itu bukan soal lebih cepat atau lambat. Bukan karena masih 17 tahun atau sudah 27 tahun. Allah menjodohkan hamba-Nya dengan sangat pas di waktu yang tepat. Mungkin bisa besok, lusa, bulan depan, tahun depan atau entah kapan, karena Dia Maha Tahu yang terbaik bagi hamba-Nya.

Kembali pada Alvin yang berani nikah muda. Dia bukan hanya berani, karena sebelum menikah, dia sudah melewati persidangan di Pengadilan Agama Cibinong. Hakim pun setuju setelah banyak bertanya dan melihat "mature enough" dari Alvin untuk menikah. Alvin juga punya bekal ilmu yang banyak. Dia sendiri dari kecil sudah punya bakat leadership dan sosoknya rendah hati.

Hematnya, Alvin memang punya kelima kesiapan yang saya sebutkan tadi. Dia tak sekadar hanya modal berani, tapi memang sudah siap membina rumah tangga bersama Larissa Chou, istrinya. Lalu, bagaimana dengan kamu, Mblo? :)
Categories:

10 komentar:

  1. Alhamdulillah saya sudah enggak jomblo lagi. ^_^

    BalasHapus
  2. Nah, setelah lihat poin2 diatas ternyata saya memang belum siap menikah :D
    Nice share ^-^

    BalasHapus
  3. Mental dan penghasilan, ya nomer satu tentunya iman, memang harus jadi pertimbangan sih.Penghasilan bukan berarti harus tajir mapan dulu, tapi minimal ada ikhtiar yang dia lakukan sendiri, bukan bergantung dari orang-tua. Ya ini kalau prinsip saya sih sebagai independent single, ahaha... Latihan jadi independent single dulu lah, biar bisa jadi independent couple :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi, iya mbak. Makasih urun komennya ya, mbak independent single :D

      Hapus
  4. Bingung mau jawab pertanyaan yang terakhir *Ah, ketahuan dah jomblonya* :D

    BalasHapus
  5. dari sekian banyak poin, ujung2nya jatuh ke jodoh hahaha
    sama saya juga lagi nyari jodoh n belum ketemu hiihihihihi

    BalasHapus

Mohon maaf komentarnya saya moderasi. Hanya untuk memastikan ada komentar dan komentarnya sopan. Terima kasih. :)

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!