Rabu, 24 Agustus 2016


Ilustrasi (nggak sempet motoin) :D

"Bun, itu dompetnya siapa?" telunjuk anak saya, 3,5 tahun, mengarah pada dompet berwarna coklat yang terjatuh di pinggir jalan beberapa waktu lalu.

Saya menoleh ke arahnya. "Dompet apaan? Itu bukan dompet," jawab saya sok tahu. Ya, dari awal sebetulnya saya tahu, ada barang berwarna coklat muda di dekat sepeda onthel itu. Saya pikir itu hanya kertas payung yang dilipat. Itu yang saya lihat dari jarak 5 meter tanpa mengenakan kacamata. :D

"Ini dompet kok, Bun." kata anak saya keukeuh.

"Apa iya tho?" Saya mulai berjalan mendekat. Ah, emang iya. Dompet berwarna coklat. Setelah diperiksa kartu identitasnya, ternyata itu milik pak tukang parkir yang biasa bertugas di jalan itu. Karena bapaknya sudah pulang, suami saya yang akhirnya mengantar ke rumahnya yang letaknya tak jauh dari tempat tinggal kami.

Saya kontan mendekati anak saya. "Wah...tadi Azra sudah menemukan dompet ya? Kamu hebat. Kalau menemukan barang atau uang di pinggir jalan, ayah atau bunda diberitahu ya. Nanti biar ayah sama bunda cari siapa pemiliknya. Azra nggak boleh ambil sendiri, terus dikantongin. Itu dosa. Nanti Allah marah. Karena uang itu bukan milik Azra," ungkap saya berusaha memberi pengertian kepadanya. Dia mengangguk mantap. Lalu saya cium pipinya sebagai wujud bangga padanya karena telah menemukan dompet.

Ini bukan kali pertama dia menemukan uang. Saat usianya belum genap dua tahun dulu, dia sudah menyelamatkan beberapa lembar uang 50-an ribu (mungkin ada 300 - 400 ribu) yang terjatuh di depan toko saat kami berbelanja barang.

Kala itu dia berlari kecil ke arah saya. Tangan mungilnya menyerahkan lintingan uang 50-an yang ditali karet warna merah kepada saya. Saya terhenyak. "Ini uang siapa? Kamu dapat dari mana?" Dia menunjuk ke tempat ayahnya berdiri, mengantri belanja di pinggir etalase. Karena saat itu, anak saya belum begitu lancar berbicara, tak banyak kata yang bisa saya gali darinya. 

Saya dekati suami saya. Saya tanya, apa ini uangnya? Ah, ternyata bukan. 

"Jangan-jangan punya mas yang tadi ikut ngantri di sebelahku," tebaknya yakin.

Mas yang dimaksud ternyata sudah akan naik motor. Suami saya melangkah mendekati. "Mas, tadi kehilangan uang nggak?"

Dia yang belum sadar kehilangan uang segera memeriksa kantongnya. "Eh, iya, Mas." balasnya sedikit panik.

"Uangnya berapa?"

"Nggak tahu, tapi aku linting, terus ditali karet."

"Karetnya warna apa?"

"Merah."

Karena cocok dengan cirinya, suami saya langsung menyerahkan uangnya. "Lain kali hati-hati ya, Mas. Ini tadi yang nemuin anakku. Untung ditemu anakku," ujarnya. Mas yang tadi langsung mengucap terima kasih. Binar matanya menatap anak saya karena sudah menyelamatkan uangnya.

Usai Mas-nya pergi, saya segera memeluk anak saya, bangga. Saya puji dia. Saya beri pengertian, seperti yang biasa saya ucapkan ketika ia menemukan barang atau uang.


Menanamkan Kejujuran Lewat Hal Kecil Sedini Mungkin


Pelajaran 'menemukan barang atau uang' ini bukan ujug-ujug secara alami dia jadi anak jujur seperti ini lho, Bun. Sebelum ia menemukan lintingan uang 50-an, ia sudah menemukan sebiji permen karet yang tertinggal di kursi dekat toko saat kami berbelanja. 

Waktu itu dia langsung mengambilnya. Dia minta saya membukanya. "Lho, ini bukan milik Azra. Ndak boleh diambil. Ayo, kembalikan ke tempat yang tadi," ucap saya memberi pengertian. Alhamdulillah tanpa harus tantrum, dia ngibrit lagi, meletakkan sebungkus permen karet ke tempat semula permen tersebut ditemukan (ya, karena tidak tahu siapa pemiliknya). 

Tak berapa lama, dia lari lagi ke arah saya. Sebungkus sosis siap makan ditodongkan kepada saya. Entah dia nemu dimana lagi. Hahaha. Lagi-lagi saya memberi pengertian yang sama. Langkah kecilnya berjalan cepat, ke tempat sosis itu ditemukan. Dia meletakkan kembali ke atas kursi (entah kardus, saya lupa :D) di dekat etalase.

Tak berapa lama, sosis itu ditemu oleh anak lain. Ayahnya yang di sebelahnya langsung menoleh ke arah saya. "Punya anaknya ya, mbak?" tanyanya seraya mengacungkan sosis seharga seribu itu.

"Enggak..." jawab saya sembari menggeleng lemah. Tanpa menunggu lama, si bapak langsung mengupas kulitnya lalu diberikan kepada putranya. Saya hanya menatap kuyu. 

Ya, mungkin bagi sebagian besar orangtua tidak akan mempermasalahkan ketika anaknya menemukan makanan seharga seribu atau bahkan 500 perak. Tapi orangtua tidak menyadari, ketika kita membiarkan mereka mengambilnya, lalu memakannya, secara tidak langsung kita mengajari mereka bahwa mengambil lalu menikmati barang yang kita temukan itu boleh. Tanpa memberi pengertian kepada mereka jika itu bukan milik kita.

Dari hal yang kecil ini, sampai sekarang alhamdulillah anak saya ketika menemukan uang meski hanya seribu atau dua ribu di pinggir jalan, dia akan lapor ke ayah atau bundanya. Beberapa hari lalu dia juga menemukan uang 2 ribu di dekat rumah. "Azra kalau menemukan uang atau barang, bilang ayah atau bunda lho ya. Nanti biar ayah sama bunda yang nyari siapa pemiliknya. Kalau misal nggak ketemu, uangnya bisa kita masukin ke kotak infaq masjid," terang saya panjang lebar. Dia mengangguk mantap.


Memberi pengertian seperti ini penting sekali lho, Bun. Percayalah, bahwa anak kita itu pintar. Dengan memberi pengertian, insyaAllah mereka akan mampu menangkap pesan kita meski belum lancar berbicara. Berilah pengertian ini berulang-ulang agar mereka mampu merekamnya dengan baik. Pujilah ketika ia berhasil menemukan uang dan mengembalikan kepada pemiliknya. Berilah hadiah pelukan dan ciuman sebagai wujud bangga kita kepadanya.

Tanpa memberi pengertian seperti ini, bisa jadi dia akan kantongi sendiri uang yang ditemukan di pinggir jalan. Seperti salah satu anak tetangga yang setahun lebih tua ketimbang anak saya, dari seberang jalan suami pernah melihatnya mengantongi uang 5 ribu yang ditemukan di emperan toko. 

Tuh, kan, Bun? Betapa mengajari mereka tentang kejujuran ketika menemukan uang atau barang, berapapun besarnya, sangat penting sekali kita lakukan. Semoga anak-anak kita tumbuh menjadi anak yang jujur ya, Bun. Amiin. :)

Ini foto anak saya bareng adiknya. Abaikan rambut berantakan. Efek rambut dipotong sendiri. Karena junjing sebelah, yang sebelah terpaksa harus saya potong juga, ngikutin potongan rambut ala dia. Hahaha.

22 komentar:

  1. Kakak Azra semoga tumbuh jadi anak jujur ^^ berhasil y mba dan suami menanamkan value integrity sedini mungkin :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiin, mbak. Semoga anak-anak kita tumbuh jadi anak yang jujur ya... :)

      Hapus
  2. Sedini mungkin kita mengajarkan kejujuran pada anak. Meski memang untuk hal dianggap mereka sepele.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali, mbak. Mendidik di usia mereka itu justru seperti mengukir di atas batu. Mereka akan merekam lekat nilai-nilai kebaikan yang kita tanamkan. :)

      Hapus
  3. pendidikan usia dini emang perlu apalagi menanamkan kejujuran seperti ini :)

    BalasHapus
  4. Pinternyaaa.. Seneng banget deh baca ceritanya.. :) Semoga dek Azra bisa terus jadi anak yang jujur sampai dewasa, supaya jadi contoh untuk keluarga dan lingkungan terdekat ya.. Amiin..

    BalasHapus
  5. Suka dengan orangtua yang mengajarkan kejujuran. Bahkan dari hal terkecil sedari dini. Dan kita sbagai ortu juga harus memberi contoh ya mba :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul banget, mbak. Dengan hanya dinasihati sedang kita tidak memberi teladan yang baik, saat mereka kritis nanti pasti akan protes atau bahkan memberontak. :)

      Hapus
  6. iya mbak, mengajari anak kejujuran sejak dini itu penting banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul banget, mbak. Hanya sayangnya banyak ortu yang abai karena mikirnya toh masih anak kecil. :)

      Hapus
  7. Salut sama dedeknya, semoga kebiasaan ini jadi habit yang nular sepanjang hidup ya :D

    Btw numpang promo ya Mbak, aku lagi ngadain giveaway nih hehe, main yuk http://www.asysyifaahs.com/2016/08/tutorial-diy-mini-notebook-giveaway.html

    BalasHapus
  8. alhamdulillah, ikut merassakan kebanggaannya mba :)

    BalasHapus
  9. mengajarkan anak untuk jujur sejak kecil memang harus dilakukan yah Mba, kalo saya mengajarkan pada anak saya untuk selalu meminta izin bila mengambil barang yang bukan miliknya

    BalasHapus
  10. Iya, mbak. Saya juga mengajari anak agar meminta izin kepada pemiliknya jika pinjam barang miliknya. :)

    BalasHapus
  11. Iya mba, kejujuran itu hrs dr kecil diajarin ke anak2. Aku slalu tekanin ke anakku, jgn prnh ambil barang ato apapun yg bukan punya dia. Hrs tanya mami papi itu brg siapa, kalo memang g tau, kembalikan ke tempat semula. Alhamdulillah anakku yg pertama udh ngerti.. Aku ksh tau juga ttg hukum Allah dan akibatnya kalo mengambil yg bukan hak kita.. tapi memang kalo ngasih tau ttg hal begini ke anak2 hrs pelan2 dan jgn pakai kata menuduh..

    Misalnya anak kita nemuin sesuatu, diyunjukin ke kita, eh trs kitanya malah nuduh dia ngambil. Aku pernah ngliat org yg begini, marahin anaknya tnpa nanya dulu darimana si anak ngedapetin.. ini nih yg bikin anak g mau terbuka jadinya :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah...mbak ibu yang hebat. :) Memang harus pelan-pelan mbak. Kebanyakan ortu memang belum nanya ke anaknya usah nuduh duluan. Seumpama anaknya mencuri betulan langsung dihukum. Padahal anak-anak kan masih bisa diarahkan.

      Kebiasaan buruk ortu inilah yang buat anak makin jaga jarak pas udah gede nanti ya, mbak. Semoga kita bukan ortu macam ini. :)

      Hapus
  12. Cara mendidik yang bagus, Mba. Penanaman karakter dari kecil memang penting ya.
    Saya juga sedih melihat tingkah laku bapak yang membuka sosis.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama, mba... Biar harganya cuma seribu tapi tanpa sadar justru menanamkam bahwa mengambil /memakan barang yang bukan miliknya itu sah-sah saja.

      Hapus

Mohon maaf komentarnya saya moderasi. Hanya untuk memastikan ada komentar dan komentarnya sopan. Terima kasih. :)

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!