Pages - Menu

Rabu, 08 Juni 2016

Berhemat Saat Ramadhan



Kalau kita bicara hitung-hitungan, bulan Ramadhan itu harusnya lebih ngirit ya? Kan, jatah makan siangnya absen sebulan? Tanya kenapa yang terjadi justru malah sebaliknya? Bahkan jauh lebih membengkak dari bulan-bulan sebaliknya?

Harus saya akui, berhemat saat Ramadhan itu bukan perkara yang mudah. Susah banget malah. Ada banyak sebab kenapa kita jadi jor-joran saat bulan puasa. Apa itu?

Pertama, ada anggapan sebagai ganti jatah makan siang. 

Nah, ini dia biang pertama. Jatah makan siang yang sebulan libur ini biasanya dialihkan untuk membeli bahan makanan yang dinilai lebih enak agar selera makan saat sahur maupun berbuka makin bertambah. Misalnya, lauk ayam yang biasanya seminggu sekali, pas puasa mungkin bisa 3 kali/minggu. Belum hari lain diganti dengan aneka jenis ikan dan juga telur. Tahu tempe? Doi disuruh piknik dulu! :D

Kedua, ajang 'balas dendam'. 

Seharian menahan haus dan lapar membuat kita seolah 'dipaksa' oleh si nafsu keinginan untuk 'balas dendam' menyajikan hidangan istimewa saat berbuka. Nggak heran ya, hanya buat es buah saja isinya bisa lebih dari enam macam. Buah minimal tiga jenis, masih ada janggelan, rumput laut, cendol bahkan nata de coco. Mana masih beli kolak yang dijual di pinggir jalan. Plus gorengan! Alamak, perut masih muat, Mak?

Hihi, jadi ingat iklan susu krimer di tipi yang anaknya kemecer ngelihat emaknya buat es buah. Yang lain cuman dapat segelas kecil, dia dikasih semangkok ukuran jumbo. Hadehh...ini iklan pembodohan tau'! Ngajarin berlebih-lebihan. Pfff... :p

Ketiga, nggak nyadar kalau pengeluarannya meledak!

Yup, ini juga jadi penyebabnya. Beli gorengan sebiji hanya seharga 500. Kolak sebungkus seharga dua ribu, bahkan kadang ada yang harga seribu. Isian es buah kalau beli di pasar per bungkus seharga seribu (kayaknya, saya juga nggak pernah beli, hahaha).

Kelihatannya mumer ya. Coba kalau dikalkulasi. Hanya untuk takjil saja bisa jadi habis 30 ribuan lho! Orang beli gorengannya 10 biji, kolak 4 bungkus, es buah nekat bikin sendiri, habis 17 ribu. Ini belum dihitung dengan pengeluaran untuk nasi, lauk dan sayurnya. Total saja sendiri! ;)

Keempat, harga bahan pokok yang mahal.

Emang sudah wajar sih, kalau pas Ramadhan tiba, harga bahan pokok pada naik gunung. Harga daging sapi, daging ayam, dan juga telur biasanya ogah turun pas bulan ini. Sayuran dan buah pun juga begitu. Malah kadang karena stoknya sedikit, penjual pada naikin jadi dua kali lipat dari harga sewajarnya. Pun halnya dengan harga-harga bumbu dapur.

Bagi saya pribadi, poin nomor empat inilah yang jadi sebab utama mengapa pengeluaran agak sedikit lebih melar dari bulan biasanya. Pas bulan puasa, saya memang sering membeli lauk dari protein hewani (saya lebih milih ikan ketimbang daging ayam karena lebih murah dan sehat) dengan dipadukan protein nabati. Tapi, ini tidak terlalu membuat pengeluaran makin gemuk. Malah, dengan uang 25 ribu yang saya bawa ke pasar, sudah dapat aneka macam bahan makanan, bahkan masih sisa dua atau tiga ribu.

Mau tahu caranya kayak gimana? Simak deh tip dari saya berikut ini.

1. Buat anggaran untuk belanja ke pasar.

Saya paham betapa repotnya seorang emak erte yang sudah dibuntuti bocil-bocil dengan tetek bengek pekerjaan rumah tangganya. Untuk membuat anggaran per pos kebutuhan, saya jamin, mereka nggak punya waktu dan pikiran untuk membuat anggaran keuangan rumah tangga dengan cermat dan teliti. Saya pun sekarang sudah tak begitu jeli lagi membuat anggaran pengeluaran per bulan.

Untuk itulah, saya tawarkan tip ini. Bagaimanapun, kelemahan kita adalah saat melihat aneka barang dan makanan di depan kita. Kita makin belingsatan saat tahu di kantong ada banyak uang yang kita bawa. Saya yang emak perhitungan ini nyatanya juga begini, gampang lupa diri saat bawa uang banyak. :D

Akhirnya saya putuskan untuk membuat anggaran tetap saat saya pergi ke pasar. Tetapkan berapa kira-kira jumlah uang yang cukup untuk belanja dapur. Ambil rata-rata. Kalau saya Rp. 25 ribu/hari. Setiap saya ke pasar, saya hanya pegang uang sebanyak ini.

Setelah saya praktikkan, ternyata membantu sekali. Biasanya saya akan putar otak untuk memilih bahan makanan yang komplit gizinya, tapi bisa pas atau bahkan sisa. Misalnya hari ini saya beli lauk ikan patin 1/2 kg seharga 10 ribu, maka biar nanti cukup saya biasa memilih sayuran dan buah yang harganya lebih murah.

Karena sering ke pasar, saya sudah tahu pedagang mana yang menjual dengan harga yang lebih murah, tanpa harus nawar (karena saya nggak bisa nawar hahaha), dan barang juga masih bagus. Kadang selisih harga bisa seribu atau dua ribu lho. Lumayan buat beli jenis sayuran lain.

Jika sisa, uangnya akan saya masukkan ke toples. Sisa uang ini kalau makin terkumpul akan bermanfaat sekali untuk tambahan buat beli beras. Saya biasa beli beras tiap 5-6 hari sekali. Kalau beli beras ya, tetap dianggarin 25 ribu, dengan tambahan uang sisa tadi.

Dengan uang Rp. 25 ribu saya sudah dapat aneka macam bahan makanan segini banyak lho.

2. Qona'ah dengan apapun dan  bagaimanapun makanan yang dimakan.

Ini penting banget! Saya biasa ngirit bumbu ketika harga bumbu dapur pada meroket. Terkadang saya terpaksa meniadakan jika sekiranya bumbu tersebut bisa diwakili yang lain. Kayak harga bawang merah beberapa waktu lalu yang mahal.

Saya nekat bikin tumis sayuran hanya pakai bawang putih dan aneka cabe. Hasilnya? Ya, kalau kita numisnya lama, dengan api kecil, rasanya sudah enak kok. Itu kalau lidah saya yang ngerasain. Kalau tetua mungkin lain lagi. :D Untungnya suami nggak terlalu peka rasa, jadi doi fine-fine saja. :p

Kalau harga cabe yang naik, saya akan memasak menu makanan yang nggak perlu bikin sambal. Karena cabe itu penambah selera makan, ya bikin masakan semacam tumis, asem-asem (FYI, saya nggak terlalu ngerti nama masakan. Selama ini saya masak yang ada di pikiran saya saja. Lah?! :p)

Kalau cabe lagi mahal, saya bikin masakn simpel kayak gini.

3. Masak sendiri!

Ada anggapan kalau beli itu lebih ngirit. Saya kok nggak sependapat dengan ini. Memasak sendiri itu jelas lebih ngirit, sehat dan hiegienis. Ingat dulu pas di kampus, saya beli nasi di warung. Di dalam nasi oseng itu ada apa, saudara-saudara? Kecoak! Ngirit? Perutnya sakit, ngirit? :D

4. Tetap mementingkan kecukupan gizi harian.

Biarpun girit, kebutuhan gizi harian tetap harus diperhatikan. Dengan uang 25 ribu, saya sudah bisa beli aneka macam bahan makanan lho, Mak. Misalnya kemarin, saya beli lele 1/2 kg (Rp. 10.000), labu kuning 2 potong (2 ribu), cabe tomat (2 ribu), terong bulat 2 bungkus (1,5 ribu), sayur sop sebungkus (1 ribu), salak 1/2 kg (3 ribu), sayur asem sebungkus (500), jagung manis 2 buah (2,5 ribu).

Sudah komplit, gizi seimbang, dan mumer kan? Masih sisa pula! Bahan sebanyak ini terkadang ada yang buat stok buat besoknya. Karena di kulkas masih ada telor ayam kampung, makanya saya hanya beli lele setengah saja tanpa ada tambahan protein nabati. Emaknya lele, anaknya telur. :D

5. Kombinasikan dengan bahan lain yang harganya murah.

Pas puasa, mungkin kita butuh lauk yang sedikit istimewa dari biasanya. Ya, mungkin alasannya untuk menambah selera makan. Nah, biar istimewanya ada tapi nggak bikin kantong ceking, saya biasanya membeli bahan yang mengandung protein hewani hanya seberapa. Agar kebutuhan protein harian tercukupi, saya tambah dengan protein nabati (tahu tempe). Biar nggak bosan, variasikan masakan, mungkin dibikin kentucky, digoreng bulat, dimasak tongseng dan sebagainya.

6. Jangan berlebih-lebihan dan prioritaskan pada kebutuhan yang lebih penting dan ada manfaatnya.

Segala sesuatu yang berlebih-lebihan itu jelas tidak baik. Allah berfirman yang artinya, "Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS. Al Isra' 27)

Kayak bikin es buah misalnya. Isiannya saja bisa lebih dari enam jenis. Sirup sudah manis, masih ditambah gula dan krimer. Kalau hanya sekadar memuluskan keinginan seminggu atau sebulan sekali sih masih wajar. Kalau tiap hari? Mana janggelan, cendol dsb nggak ada gizinya kan? Apa nggak lebih baik dialokasikan untuk beli bahan makanan lain yang lebih bergizi?

Mana masih beli kolak, es degan dan es cincau. Kalau ini mah berlebih-lebihan namanya. Kasihan sama si perut. Doi sakit, kita juga yang bakalan merintih. Paham? :)

Ingat lho, hakikat puasa itu tak hanya sebatas menahan lapar dan haus saja. Menahan diri dari nafsu konsumtif juga termasuk tuh! Maka, berhemat saat Ramadhan adalah momen yang tepat untuk melatih diri agar kita dapat terhindar dari perilaku yang berlebih-lebihan. Semoga bermanfaat.

10 komentar:

  1. Makasih tipsnya, mbk. Bermanfaat bgt ini. :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mbak. Sama-sama, ini juga bermanfaat banget buat saya :)

      Hapus
  2. Keren mbak tips-nya.. Penghematan saya gak sebesar mbak deh kayanya hahaha krn ga terlalu suka masak sendiri.

    Paling dari makanan kecil untuk berbuka saya udah jarang banget beli es buah dan gorengan ini itu, paling air putih atau teh hangat, lanjut buah (ceritanya mau food combining gitu) tapi beli buahnya lumayan jg sih harganya wkwkwkw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi, malah bagus sudah bisa fopd combining, mbak... Kalau saya masih mupeng es sama gorengan :D *tapi paling nggak banyak kok :D

      Hapus
  3. mmmm pengeluaran saya sudah membengkak bulan ini tapi bukan karena lapar mata, pas ada kebutuhan aja hiks, kalau makan masih biasa tapi memang perlu menghemat supaya lebaran nanti gak pusing hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi...iya, mbak... Apalagi harga gula mahal amit ya... *apa hubungannya :D

      Hapus
  4. Bagus lho tipsnya..mantap mak...
    Thanks for sharing yaa

    BalasHapus
  5. saat puasa memang harus secukupnya saja semuanya, tak perlu berlebihan

    BalasHapus

Mohon maaf komentarnya saya moderasi. Hanya untuk memastikan ada komentar dan komentarnya sopan. Terima kasih. :)