Pages - Menu

Rabu, 06 April 2016

Jadilah Ortu yang Jujur dan Amanah, Ayah Bunda...

"Bunda, aku tak ikut ayah di sana ya?" Anak saya yang nomor satu meminta ijin.

"Nggak usah. Duduk di sini saja, di sana panas," balas saya cepat. Dia lalu ikut duduk di dekat saya.

Ibu berbaju merah melenggang di depan kami. Manik matanya memandang teduh ke arah anak saya. "Hehehe... Dibohongi ibunya saja langsung manut ya, Nduk." ujarnya seraya tertawa lebar.

Saya tersenyum. "Nggak dibohongi sama bundanya kok, Bu." Saya mencoba meralat. Ya, karena saya memang tidak berbohong pada anak saya. Di sana (di tempat ayah berdiri) memang betul panas.

***

Terbiasa bohong dan pandai membual janji pada anak kecilnya. Dua hal ini tampaknya mengekor lekat pada mayoritas orangtua. Jika Ayah Bunda seperti ini, berhentilah menjadi orangtua macam ini mulai sekarang. Stop menganggap mereka hanyalah anak polos yang dengan mudahnya kita bohongi.

Bohong dan membual janji seringkali dijadikan alat orangtua untuk meredakan tangisan atau rengekan mereka ketika meminta sesuatu. Apa ini akan membuat mereka mematuhi kita? Mungkin iya pada saat itu, tapi efeknya justru buruk ke depannya, terutama bagi mereka saat besar nanti.

Berikut beberapa alasan mengapa orangtua dilarang berbohong kepada si kecil.

Pertama, agama melarang kita berbohong meski pada anak kecil sekalipun. Dari Abu Hurairah RA dari Rasulullah SAW sesungguhnya beliau bersabda, "Barangsiapa berkata kepada anak kecil, "Kesinilah ! saya beri". Kemudian ia tidak memberinya, maka yang demikian itu adalah perbuatan dusta". [HR. Ahmad dan Ibnu Abid Dunya, di dalam At-Targhiib wat Tarhiib juz 3, hal. 597]

Kedua, secara tak sadar kita justru menanamkan nilai kebohongan dan khianat pada mereka. Dengan terbiasa berbohong pada mereka, anak akan menganggap bahwa bohong itu hal biasa dan bukan sesuatu yang keliru. Tidak menepati janji juga sesuatu yang wajar dan bukan hal yang salah. Ini bahaya, jika anak sampai ternanam pemahaman keliru seperti ini. Padahal, dalam Islam, berbohong meski bercanda saja dilarang, apalagi yang serius.

Ketiga, anak akan makin tidak patuh kepada orangtua. Jangan dianggap anak akan patuh dengan kita yang gemar berbohong dan pandai membual janji. Justru sebaliknya, Ayah Bunda. Mungkin awalnya dia patuh, tetapi selanjutnya jangan harap. Sekali lagi, mereka bukanlah anak polos yang mudah kita bohongi dan buali janji. Jangan heran jika senjatanya kemudian ketika meminta atau menagih apa yang dia mau adalah tantrum, menangis jejeritan, bahkan sampai gulung-gulung di lantai.

Bukan satu dua orang yang mengatakan anak saya patuh dengan perkataan bundanya. Bahkan mereka keheranan ketika saya hanya mengijinkan dia mengonsumsi permen sebiji sehari. "Dia nggak nangis kalau dia minta lagi?"

Sebelum memberi saya ucapkan janji dengannya. "Makan permen sehari satu saja lho, ya." Dia menggangguk, lalu mengambil sebiji permen dengan sumringah. Jika di lain waktu (pada hari yang sama) dia minta lagi, saya ingatkan kalau dia sudah makan permen. Dia sudah janji makan permen sebiji sehari harus ditepati.

Dengan metode menjadi orangtua yang jujur dan tepat janji, alhamdulillah anak saya tidak menjadi anak tantrum ketika meminta sesuatu. Sama halnya ketika WWL (Weaning with Love) dulu, dua metode ini manjur untuk diduetkan dengan cara menyapih dengan cinta.

"Emang dasarnya anakmu manutan..." begitu kata orang-orang.

Betulkah begitu? Ah, mereka tidak tahu bagaimana karakter anak saya. Dia sebetulnya adalah anak yang tidak suka didikte, digurui dan ngeyelan kalau dinasihati. Tapi kelebihannya, dia tipe anak pemikir.

Meski anak lahir dengan karakter dan sifat dasar yang berbeda-beda, tetapi bukan lantas kita tidak bisa mengarahkan. Segala sesuatu di dunia ini ada akibat pasti ada sebabnya, pun sebaliknya. Hukum sunnatullah itu berlaku.

Untuk menerapkan metode ini kita harus menjadi orangtua yang tegas dengan aturan yang disepakati bersama dan konsisten. Aturan yang telah disepakati ini harus seharmoni dengan semua penguni rumah (ayah, bunda, ART, simbah dsb). Jangan segan untuk menegur baik-baik jika kita dapati mereka tidak konsisten dengan aturan ini. Simbah biasanya yang paling tidak tegas dan konsisten karena tidak tega mendengar tangis cucunya.

Dengan non penghuni rumah pun, kita harus menerapkan aturan yang sama. Ingatkan mereka baik-baik jika mereka berusaha berkata bohong kepada anak kita.

Satu ketika ada kerabat berkata kepada anak saya ketika dia kecewa tidak dibelikan bakso karena miskom, "Beli bakso nanti saja ya." Padahal tadinya saya sudah bilang bahwa beli baksonya besok saja, karena sudah malam.

Saya tahu, sebetulnya "nanti" yang dimaksud adalah hanya untuk melegakan kekecewaannya. Artinya dia berbohong. Saya langsung menegurnya baik-baik. Saya katakan bahwa anak saya tidak biasa dibohongi, jika memang tidak bisa membelikan malam ini, katakan tidak bisa. Meski kecewa, dia jauh lebih menerima ketimbang harus dibuali janji.

Semoga bermanfaat. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon maaf komentarnya saya moderasi. Hanya untuk memastikan ada komentar dan komentarnya sopan. Terima kasih. :)